Sejarah Kesultanan Samudera
Pasai, 1267–1521, Samudera Darussalam
Berdasarkan
Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu,
sesudah sebelumnya ia menyingkirkan seorang raja yg bernama Sultan Malik
al-Nasser. Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yg disebut dengan
Semerlanga kemudian sesudah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat
pada tahun
696 H atau 1297 M.
696 H atau 1297 M.
Dalam
Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai & Samudera
telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yg berbeda, namun dlm catatan
Tiongkok nama-nama tersebut tak dibedakan sama sekali. Marco Polo dlm
lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yg ada di pantai timur Pulau
Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec [Perlak], Basma
& Samara [Samudera]. Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian
dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya
dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik
az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring
dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus
tempat pengembangan dakwah agama Islam.
Sekitar
tahun 1326 ia meninggal dunia & digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik
az-Zahir & memerintah sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia
dikunjungi oleh Ibn Batuthah, kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri
Samatrah [Samudera] menyambutnya dengan penuh keramahan, & penduduknya
menganut Mazhab Syafi’i.
Selanjutnya
pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik
az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 & 1350, &
menyebabkan Sultan Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
Kesultanan Pasai juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai,
ialah kerajaan Islam yg terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih
di sekitar Kota Lhokseumawe & Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.
Belum begitu
banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai
bahan kajian sejarah. Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan
kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai, & ini dikaitkan
dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas & perak dengan
tertera nama rajanya. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yg bergelar
Sultan Malik as-Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga
tercantum dlm kitab Rihlah ila l-Masyriq [Pengembaraan ke Timur] karya Abu
Abdullah ibn Batuthah [1304–1368], musafir Maroko yg singgah ke negeri ini pada
tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh sesudah serangan Portugal pada
tahun 1521. Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yg bertarikh 696 H atau 1297
M, dirujuk oleh sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di
Nusantara sekitar abad ke-13. Walau ada pendapat bahwa kemungkinan Islam telah
datang lebih awal dari itu. Hikayat Raja-raja Pasai memang penuh dengan mitos
& legenda namun deskripsi ceritanya telah membantu dlm mengungkap sisi
gelap sejarah akan keberadaan kerajaan ini. Kejayaan masa lalu kerajaan ini
telah menginspirasikan masyarakatnya untuk kembali menggunakan nama pendiri
kerajaan ini untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.
Sistem Pemerintahan Samudera Pasai
Pusat
pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye
[Sungai Jambu Air] dengan Krueng Pase [Sungai Pasai], Aceh Utara. Menurut ibn
Batuthah yg menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan
bahwa kerajaan ini tak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah
memagari kotanya dengan kayu, yg berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya.
Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, & pasar serta dilalui oleh
sungai tawar yg bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora & mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga
penamaan Lhokseumawe yg bisa bermaksud teluk yg airnya berputar-putar
kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam
struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar & kadi.
Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun,
begitu juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa
kerajaan bawahan, & penguasanya juga bergelar sultan.
Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang
anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik
az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera
Pasai yg tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin
Malik az-Zahir, Lide [Kerajaan Pedir] disebutkan menjadi kerajaan bawahan dari
Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan yg buruk dengan
Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai & mengakibatkan Sultan Pasai
terbunuh.
Agama & budaya Masyarakat Pasai
Islam
merupaken agama yg dianut oleh masyarakat Pasai, walau pengaruh Hindu &
Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari catatan Ma Huan & Tomé
Pires, telah membandingkan & menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat
Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara
kelahiran, perkawinan & kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan
penerimaan Islam di Malaka & hubungan yg akrab ini dipererat oleh adanya
pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dlm
Sulalatus Salatin.
Keruntuhan Pemerintahan Kesultanan Pasai, Akibat
Perang Saudara
Menjelang
masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di
Pasai yg mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan
Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan
tersebut. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh sesudah ditaklukkan
oleh Portugal tahun 1521 yg sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511,
& kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan
Kesultanan Aceh.
Penguasa Kesultanan Pasai
- 1267-1297, Sultan Malik as-Saleh [Marah Silu], Hikayat Raja-raja Pasai & makam raja
- 1297-1326, Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Koin emas telah mulai diperkenalkan
- 1326-1345, Sultan Mahmud Malik az-Zahir, Dikunjungi Ibnu Batutah
- 1345-1383, Sultan Ahmad Malik az-Zahir, Diserang Majapahit
- 1383-1405, Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Dikunjungi Cheng Ho
- 1405-1412, Sultanah Nahrasiyah, Raja perempuan, [janda Sultan Pasai sebelumnya]
- 1405-1412, Sultan Sallah ad-Din, Menikahi Sultanah Nahrasiyah
- 1412-1455, Sultan Abu Zaid Malik az-Zahir, Mengirim utusan ke Cina
- 1455-1477, Sultan Mahmud Malik az-Zahir II,
- 1477-1500, Sultan Zain
al-Abidin ibn Mahmud Malik az-Zahir II,
Sultan Zain al-Abidin II - 1501-1513, Sultan Abd-Allah Malik az-Zahir,
- 1513-1521, Sultan Zain al-Abidin III, Penaklukan oleh Portugal
Kemajuan Pertanian & Perdagangan Kesultanan Pasai
Masyarakat
Pasai umumnya telah menanam padi di ladang, yg dipanen 2 kali setahun, serta
memilki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2. 5 meter yg disekat menjadi beberapa bilik, dengan
lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yg disusun dengan
rotan, & di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan. Pasai merupaken
kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dlm catatan Ma Huan
disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada
masyarakatnya, mata uang ini disebut deureuham [dirham] yg dibuat 70% emas
murni dengan berat 0. 60 gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Sistem Pemerintahan Kesultanan Pasai
Pusat
pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye [Sungai Jambu
Air] dengan Krueng Pase [Sungai Pasai], Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yg
menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan
ini tak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya
dengan kayu, yg berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan
inti kerajaan ini terdapat masjid, & pasar serta dilalui oleh sungai tawar
yg bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya
menggelora & mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan
Lhokseumawe yg bisa bermaksud teluk yg airnya berputar-putar kemungkinan
berkaitan dengan ini.
Dalam
struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar & kadi.
Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun,
begitu juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa
kerajaan bawahan, & penguasanya juga bergelar sultan. Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang
anaknya yaitu Sultan Mansur di Samudera.
Pada masa
Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera sudah menjadi satu kesatuan
dengan nama Samudera Pasai yg tetap berpusat di Pasai. Pada masa pemerintahan
Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide [Kerajaan Pedir] disebutkan menjadi
kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki
hubungan yg buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai & mengakibatkan
Sultan Pasai terbunuh.
Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir
Kesultanan
Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir
tahun 1383, & memerintah sampai tahun 1405. Dalam kronik Cina ia juga
dikenal dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, & disebutkan ia tewas oleh
Raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan Kesultanan Pasai dilanjutkan oleh istrinya
Sultanah Nahrasiyah. Armada Cheng Ho yg memimpin sekitar 208 kapal
mengunjungi Pasai berturut turut dlm tahun 1405, 1408 & 1412. Berdasarkan
laporan perjalanan Cheng Ho yg dicatat oleh para pembantunya seperti Ma Huan
& Fei Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan memiliki batas
wilayah dengan pegunungan tinggi disebelah selatan & timur, serta jika
terus ke arah timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut,
sebelah barat berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur & Lide.
Sedangkan
jika terus ke arah barat berjumpa dengan kerajaan Lambri [Lamuri] yg disebutkan
waktu itu berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam kunjungan tersebut Cheng Ho
juga menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra Donya. Sekitar tahun
1434 Sultan Pasai mengirim saudaranya yg dikenal dengan Ha-li-zhi-han namun
wafat di Beijing. Kaisar Xuande dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke
Pasai untuk menyampaikan berita tersebut.
Peninggalan sejarah kerajaan samudra
pasai
Cakra Donya
Adalah sebuah lonceng yang berbentuk stupa buatan negeri Cina pada tahun 1409 M. Ukurannya tinggi 125cm sedangkan lebarnya 75cm. Pada bagian luar Cakra Donya terdapat beberapa hiasan serta simbol-simbol kombinasi aksara Cina dan Arab. Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo, sedangkan aksara Arab sudah tidak terbaca lagi.
Makam Sultan Malik Al-Shaleh
Makam ini terletak di Desa Beuringin, Kec Samudera letaknya kurang lebih 17km sebelah timur kota Lhokseumawe.
Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir
Malik Al-Zahir adalah putera dari Malik Al- Saleh yang memimpin Kesultanan Samudera Pasai pada tahun 1287 sampai 1326M. letak makamnya bersebelahan dengan makam ayahnya Malik Al-Saleh.
Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Makam ini merupakan peninggalan dari Dinasti Abbasiyah dan beliau merupakan cicit dari khalifah Al-Muntasir. Teungku Sidi mamangku jabatan Menteri Keuangan di samudra pasai. Makam terletak di Gampong Kuta Krueng, batu nisannya terbuat dari marmer dihiasi kaligrafi.
Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
Di komplek terdapat makam 44 orang ulama dari Kesultanan Samudera Pasai yang dibunuh karena mengharamkan pernikahan raja dengan putri kandungnya. Makam ini terletak di Gampong Beuringen Kec Samudera. Pada nisan tersebut juga bertuliskan kaligrafi surat Ali Imran ayat 18.
Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)
Adalah puteri Sultan Muhammad Malikul Dhahir, Makam ini terletak di Gampong Meunje Tujoh Keca Matangkuli. Batu nisannya berhiasakan kaligrafi berbahasa Kawi dan Arab.
Stempel Kerajaan Samudra Pasai
Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir oleh Tim peneliti Sejarah Kerajaan Islam. Di temukan Desa Kuta Krueng, Kec Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Saat ditemukan stempel dalam keadaan patah pada bagian gagangnya.
Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Adalah surat tulisan Sultan Zainal Abidin pada tahun 923H atau 1518M, naskah atau surat ini ditujukan kepada Kapitan Moran.
No comments:
Post a Comment